Selasa, 11 November 2008

Peribahasa Minang Bidang Sosial Budaya

by Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu

1.Basuluah mato hari,
bagalanggang mato rang
banyak.

Suatu persoalan yang sudah diketahui oleh umum didalam suatu masyarakat.

2.Baribu nan tidak lipuah,
jajak nan indak hilang.

Satu ajaran yang tetap berkesan, yang diterima turun temurun.

3.Bariak tando tak dalam,
bakucak tando tak panuah.

Seseorang yang mengaku dirinya pandai, tetapi yang kejadiannya sebaliknya

Martabat Seorang Bundo Kanduang

Baik ditinjau dari pandangan agama Islam, maupun dari sisi adat Minangkabau, Bundo Kanduangg dipandang mulia dan memegang fungsi yang penting di dalam kehidupan masyarakat. Maka menurut adat Minangkabau seorang wanita haruslah menjaga nama baiknya (martabat) sebagai jenis yang mulia.

H. LIMPAPEH RUMAH GADANG
H.4. Martabat Seorang Bundo Kanduangg

Baik ditinjau dari pandangan agama islam, maupun dari sisi adat Minangkabau, Bundo Kanduangg dipandang mulia dan memegang fungsi yang penting di dalam kehidupan masyarakat. Maka menurut adat Minangkabau seorang wanita haruslah menjaga nama baiknya (martabat) sebagai jenis yang mulia. Untuk menjaga prestise dan martabat yang sedemikian maka menurut adat ada hal yang perlu dipedomani:

1. Ingek dan jago pado adat

Artinya : “ingek dan jago pado adat, ingek di adat nan karusak, jago limbago nan kasumbiang”. Seorang Bundo Kanduangg di Minangkabau selalu ingat dan hati-hati terhadap adatnya jangan sampai rusak. Sumpamanya dalam pergaulan antara sesama kaum wanita. Apalagi antara wanita dengan laki-laki, baik famili atau orang lain. Selalu menjauhkan diri serta hati-hati, jangan bergaul secara bebas terutama bagi wanita yang masih gadis, serta menjauhi segala sesuatu yang bersifat sumbang di dalam pergaualn, yang akhirnya akan terjatuh ke dalam berbuat salah menurut adat dan agama.

Selalu hati-hati dalam tingkah laku dan perbuatan, umpama dalam perjalanan, perkataan , berpakaian, makan, minum, tempat diam, penglihatan dan sebagainya. Senantiasalah seorang wanita menjauhkan diri dari tingkah laku yang tidak sesuai dengan adat, sebab apa yang dilarang adat merupakan larangan bagi agama, seperti kata pepatah:

Habih sandiang dek bageso
Habih miang dek bagisia
Habih biso dek biaso
Habih gali dek galitik

Seorang wanita haruslah hati-hati dari segala perbuatan dan tingkah laku yang akan menghabiskan rasa malu di dalam dirinya, yang akhirnya akan menjatuhkan prestise yang ada pada anita. Kalau kiranya seorang wanita telah berbuat salah, akan merusak nama baik wanita secara keseluruhan, karena adat mengatakan:Sikua kabau bakubang, sadonyo kanai luluaknya
Surang makan cubadak, sadonyo kanai gatahnya.

2. Berilmu, faham, ujud yakin/berma’rifat kepada Allah SWT

Artinya seorang wanita haruslah berilmu pengetahuan yang cukup terutama dalam bidang kewanitaan itu sendiri. Berma’rifat artinya haruslah menjadi wanita yang taat kepada Allah SWT. "Berfaham jan taruah bak katidiang, jan baserak bak anjalai, kok ado rundiang banan batin, patuik baduo, nak jan lahia didanga urang". Pandai dan hati-hati dalam bergaul menjaga perkataan yang akan menyakiti orang lain dan menyimpan rahasia yang patut dirahasiakan.

Ujud dan yakin mengetahui wujud allah dan yakin didalam kehidupan beragama dan beradat sehingga menjadi pakaian dalam kehidupan sehari-hari. Keseluruhan dari macam martabat yang kedua ini harus dihayati dalam kehidupan dalam rumah tangga dan diluar rumah tangga sendiri.

3. Murah dan mahal dalam laku dan perangai yang berpatutan

Artinya seorang wanita menurut adat, di dalam pergaulan sehari-hari, ramah dan rendah hati, tidak angkuh dan sombong, baik sesamanya maupun pada laki-laki. Tetapi ada waktu yang harganya mahal yaitu tidak suka dipermainkan laki-laki, dirayu dan dibujuk dengan segala bentuk rayuan dan tipuan. Selalu menjaga kehormatannya yang dibentengi sifat malu dan sopan dan budi pekerti yang mulia.
Seperti kata pepatah:

Maha tak dapek dibali
Murah tak dapek dimintak
Takuik dipaham ka tagadai
Satali dipaham ka tagadai
Satali pambali kumayan
Sakubang pambali katayo
Sakali lancung ka ujian
Salamo iduik urang tak picayoDan sangat dilarang oleh adat dan agama Islam seorang wanita bersifat: “taruah bana tak katidiang, taserak bana bak anjalai, bak baluik digalitiak ikua, bak kacak diabuih ciek, bak katidiang tangga bingkai, bak payuang tabukak kasau, alun dijujai nyo lah galak, balun dikubiek nyo lah datang, bak balam talampau jinak”.

4. Kayo dan miskin pada hati dan kebenaran

Kayo hati dan miskin hati bagi seorang wanita menurut adat diukur dengan mungkin dan patut di dalam pergaulan sehari-hari. Seorang wanita yang kaya hatinya akan melahirkan sifat sopan dan santun, hormat dan khidmat kepada orang tua dan suami. Selalu mencerminkan sifat seorang ibu dan pendidik yang ramah tamah, perkataannya lunak lembut, senantiasa mengandung arti mendidik dan nasehat. Bebudi tinggi dan mulia serta berwibawa terhadap kaum laki-laki, dan senantiasa dibentengi oleh sifat malu di dalam dirinya. Selalu memberikan yang baik terhadap lingkungan di dalam tingkah laku dan perbuatan serta perkataan, dia selalu hidup gembira dan dari wajahnya tergambar senyum keramahan.

Miskin hati, maksudnya adalah bahwa seorang wanita akan berlaku tegas terhadap orang lain kalau tidak di atas yang wajar dan benar, apalagi terhadap laki-laki yang ingin mempermain-mainkan dirinya, atau tingkah laku yang tidak sopan terhadapnya dari laki-laki. Seorang wanita menurut adat seharusnya tidak mudah digoda oleh laki-laki, dia tidak akan meletakkan dan menempatkan hatinya kepada laki-laki sebelum mengetahui secara jelas budi pekerti laki-laki yang bersangkutan. Dia tidak akan mencemarkan nama bainya walaupun dengan harapan setinggi gunung, tidak tergoda oleh emas perak dan sebagainya.

5. Sabar dan ridho.

Seorang Bundo Kanduangg di dalam adat senantiasa memiliki kesabaran di atas segala sesuatu yang timbul dalam lingkungan rumah tangga dan keluarganya. Begitupun sabar dan ridha atas segala cobaan yang terjadi dan menjauhkan diri dari sifat pemarah.

Sebagai seorang ibu dan pendidik diatas rumah tangga dan musyawarah yang merupakan pusek jalo kumpulan tali bagi setiap kebaikan dan kejahatan, wanita hendaklah memperhatikan contoh-contoh yang dapat ditiru dan diteladani oleh lingkungan, terutama oleh anak-anak dalam lingkungannya. Karena ajaran syara’ mengatakan “sabar sebagian dari iman”, demikian juga pepatah mengatakan:

Haniang hulu bicaro
Nanang saribu aka
Dek saba, bana mandatang

6. Imek dan jimek, lunak lembut dalam berkata.
Artinya, seorang Bundo Kanduangg harus selalu hemat dan cermat selalu hati-hati baik tentang adat dan agamanya, maupun dalam tingkah lakunya. “dikana labo jo rugi, dipikia modharat jo manfaat, dalam awa akhie mambayang, ingek difaham ka tagadai, ingek dibudi ka tajua, mamakai malu jo sopan”. Sesuai dengan kodrat hayatinya sebagai wanita yang tercermin dalam perkataannyaa yang lunak lembut, karena perkataannya yang lunak lembut ini adalah menjadi kunci bagi segala hati manusia.

“budi baik baso katuju, muluik gulo dibibiae, rundiang elok talempong kato, sakali randiang disabuik, takana juo salamonyo, murah kato takatokan, suliek kato jo timbangan“. Syara’ pun mengatakan di dalam al quran “berkatalah dengan sesama manusia dengan sesama manusia dengan sebaik-baik berperkataan”.

Kalau kiranya telah terpakaikan martabat Bundo Kanduangg yang enam macam ini, berrtemulah kata-kata adat:

Nan elok salendang dunia
Nak ulam pucuak manjualai
Nak aia pincuran tabik
Sumua dikali aia datang
Pucuak dicinto ulam tibo,
Nak cicin galang lah buliah
Dek haluih kilek lah tibo
Dek kilek cahayo lah datang
Kajadi sasi bungo ja daun
Adat bajalan sandirinyo
Bajalan surang tak dahulu
Bajalan baduo tak ka tangah
Imek jimek kito dahulu
Martabat nan anam jan lah lengah

Larangan Dan Pantangan Bundo Kanduang

Mengingat pentingnya fungsi dan peranan Bundo Kanduang dalam keluarga, rumah tangga, masyarakat dan bangsa dalam menentukan watak manusia yang dilahirkannya, maka adat minangkabau memberikan beberapa ketentuan yang merupakan sifat dan tingkah laku yang dilarang dan sekaligus menjadi pantangan bagi seorang bundo kandung di dalam rumah tangga sampai pada masyarakat.

H. LIMPAPEH RUMAH GADANG
H.5. Larangan Dan Pantangan Bundo Kanduang

Mengingat pentingnya fungsi dan peranan Bundo Kanduang dalam keluarga, rumah tangga, masyarakat dan bangsa dalam menentukan watak manusia yang dilahirkannya, maka adat minangkabau memberikan beberapa ketentuan yang merupakan sifat dan tingkah laku yang dilarang dan sekaligus menjadi pantangan bagi seorang bundo kandung di dalam rumah tangga sampai pada masyarakat.

Larangan yang tersebut dihimpun dalam suatu ketentuan yang bersifat umum yang berbunyi:
“menjatuahkan kebinasaan, kepado barang nan santoso, jangan sampai wanita itu hilia malonjak, mudiak mangcau, kiri kanan mamacah parang, mengusuik alam nan salasai, mengaruah aia nan janiah, bapaham bak kambiang dek ulek, maninggakan malu jo sopan, karano miskin pado budi. Barundiang bak sarasah tajun, karano takabua dalam hati, itulah parampuan nan cilako, alamat parampuan kajahanam”

“ambatan paham nan dikandaki, mangubah lahie dengan bathin, maniggakan sidik jo tabaliea, memakai cabua sio-sio, katonyo lalu lalang sajo, bak caro mambaka buluah, sabab kakurangan diulemu, maniggakan mungkin jo patuik, mamakai sumbang jo salah”.

Segala sifat yang terlarang dan dipantangkan menurut adat, juga dilarang oleh syara’. Sifat terlarang yang disebutkan menghilangkan rasa malu di dalam seorang wanita, menghancurkan budi pekerti yang merupakan benteng bagi seorang wanita.

Wanita yang telah hilang rasa malu dan sopan di dalam dirinya inilah yang akan merusak di dalam kehidupan rumah tangga dan keluarga, bangsa dan negara dan sekaligus merusak nama baik wanita (Bundo Kanduang) di Minangkabau dan ibu pertiwi di indonesia. Wanita-wanita yang terjerumus ke dalam larangan dan pantangan akan menjadi mangsa kaum lelaki yang tidak beradab.

Tugas Dan Kewajiban Bundo Kanduang

Setelah kita menguraikan sifat-sifat seorang wanita menurut adat dan beberapa macam untuk menjaga prestise dan nama baik kaum wanita secara keseluruhan, serta larangan dan pantangan dalam pergaulan sehari-hari, maka sekarang sampailah kita membicarakan tugas dan kewajiban wanita di dalam dan di luar rumah tangga sebagai pembaktian wanita secara garis besar menurut adat.

H. LIMPAPEH RUMAH GADANG
H.6. Tugas Dan Kewajiban Bundo Kanduang

Setelah kita menguraikan sifat-sifat seorang wanita menurut adat dan beberapa macam untuk menjaga prestise dan nama baik kaum wanita secara keseluruhan, serta larangan dan pantangan dalam pergaulan sehari-hari, maka sekarang sampailah kita membicarakan tugas dan kewajiban wanita di dalam dan di luar rumah tangga sebagai pembaktian wanita secara garis besar menurut adat Minangkabau yang terdiri dari ada empat macam. Inilah yang menjadi landasan tempat berpijak dalam melaksanakan sesuatu dan kewajibannya sesuai dengan fungsi seorang wanita di Minangkabau yaitu:

Manaruik alua nan luruih
Manampuah jalan nan pasa
Mamaliharo harato pusako
Mamaliharo anak dan kamanakan

1. Manaruik alua nan luruih.

Alua artinya adalah setiap ketentuan adat Minangkabau dan agama islam di dalam pergaulan hidup, seperti bidang ekonomi, sosial, hukum dan sebagainya yang telah digariskan nenek moyang yang menciptakan adat Minangkabau yakni Datuk Perpatih Nan Sabatang dan Datuak Ketumanggungan yang bersendikan kepada

alur dan patut. Dan disebut di dalam adat “alua pusako”. Sebagai contoh: rumah untuk wanita berikut sawah dan ladang dengan segala ketentuannya. Begitu juga dengan peraturan hidup di dalam rumah tangga dan di luar rumah tangga.

Alua pusako ini menurut adat Minangkabau tidak dapat dimufakati, karena dia merupakan peraturan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada di alam ini, yang kebenarannya objektif dan nyata. Aturan yang qhoti’ dalam agama islam/syara’ termasuk ke dalam alua pusako, dia harus dipatuhi dan ditaati. Pelanggaran terhadap alua pusako ini akan menimbulkan akobat yang tidak baik, seperti; wanita harus memamakai sifat malu, budi pekerti, menjauhkan diri dari melanggar kesopanan, mengerjakan perbuatan maksiat, bergaul bebas dan sebagainya.

Begitu pula mentaati peraturan di dalam suatu nagari yang telah diputurskan dengan kata mufakat dari pemimpin dan pemangku adat dan kemudian diundangkan menjadi peraturan yang harus ditaati. Setiap yang dibuat dengan kata mufakat ini disebut di dalam adat “alua adat” . alua adat ini dapat diubah, ditambah dan dikurangi bahkan bisa diganti dengan yang lain, yang senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Seperti peraturan pelaksanaan dari sesuatu ketentuan yang telah ditentukan oleh alua pusako. Umpama pelaksanaan perkimpoian, kematian, dan hal-hal dalam bidang sosial lainnya.

2. Manampuah jalan nan pasa

Jalan nan pasa menurut adat mengandung arti kiasan, yaitu setiap yang harus dilalui untuk sampai kepada tujuan, baik didunia maupun akhirat. Jalan ini menurut adat terbagi dua macam:
a. Jalan Dunia
b. Jalan Akhirat

3. Memelihara harato dan pusako

Harta pusaka menurut adat Minangkabau adalah sawah ladang, banda buatan, sasok jo ami, pandam pakuburan, labuah tapian, koroang kampuang, serta ulayat lainnya, sebagai sendi rumah tangga dan kaum. Semuanya harus dipelihara, jangan sampai harta pusaka ini habis atau berpindah kepada pihak lain, kecuali dipergunakan untuk kepentingan umum dengan kata mufakat. Dalam harta pusaka terkandung tanah ulayat yang merupakan tempat hidup dan berkehidupan oleh anggota kaum laki-laki dan perempuan di Minangkabau, terutama untuk pertanian.

Menjadi kewajiban bagi Bundo Kanduang di Minangkabau untuk melarang kaum laki-laki kalau kiranya harta pusaka ini digadaikan oleh kaum laki-laki untuk kepentingan yang keluar dari ketentuan-ketentuan adat, apalagi untuk menjualnya. Dan menjadi kewajiban bagi kaum wanita untuk menjaga keutuhan harta pusaka dan ulayat ini untuk diteruskan kepada generasi selanjutnya.

4. Memelihara anak dan kemenakan

Memelihara anak dan kemenakan dalam arti yang luas adalah merupakan kewajiban dan tugas yang sangat unit serta sangat berat, tetapi suci dan murni. Inilah kewajiban yang paling utama di dalam kehidupan Bundo Kanduang di Minangkabau yang dihimpun di dalam ketentuan adat secara garis besar untuk memeliharanya, yaitu “menyuruah babuek baiak, melarang babuek mungka”.

Memelihara anak kemenakan mempunyai ruang lingkup yang luas yang mencakupi bidang-bidang yang terbagi kepada lima macam lapangan pembaktian wanita, baik di dalam ataupun di luar rumah tangga atau dengan kata lain dapat di sebut panca dharma wanita yakni:

a. Bundo Kanduang sebagai limpapeh rumah nan gadang
b. Bundo Kanduang sebagai umbun purak pagangan kunci
c. Bundo Kanduang sebagai pusek jalo kumpulan tali
d. Bundo Kanduang sebagai sumarak dalam nagari, hiasan dalam kampuang
e. Bundo Kanduang sebagai lauik aka rangkiang budi

lapangan pembaktian tersebut tidak mungkin kita pisahkan secara tajam, karena satu sama yang lain saling kait berkait dalam kehidupan seorang wanita di Minangkabau.

a. Bundo Kanduang sebagai limpapeh rumah nan gadang.

Limpapeh artinya tiang tengah dalam sebuah bangunan, tempat memusatkan segala kekuatan tiang-tiang lain, yang dihubungkan oleh alat-alat bangunan lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang lainnya akan jatuh berantakan. Limpapeh menurut adat Minangkabau adalah seorang Bundo Kanduang yang telah meningkat sebagai seorang ibu.

Ibu mengingatkan kita kepada “anak” dan mau tak mau kita harus melihat dari sisi keibuan. Ibu yang baik akan melahirkan anak yang baik pula, demikian pula sebaliknya, seperti kata adat:

Kalau karuah aia di hulu
Sampai ka muaro karuah juo
Kalau kuriak induaknyo, rintiak anaknyo Tuturan atok jatuah kapalmbahan.

Ibu sebagai limpapeh rumah nan gadang adalah tampek maniru manuladani, kasuri tuladan kain, kacupak tuladan batuang, satitiak namuah jadi lautan, sakapa buliah jadi gunuang. Ibu bertugas memberikan bimbingan dan pendidikan serta penggembelengan terhadap anak yang dilahirkannya dan kepada semua anggota keluarga di dalam rumah tangga dan tali temalinya. Dengan rasa keibuan semua persoalan akan mudah dipecahkan, karena ibu menggunakan ikatan-ikatan kasih sayang dan kecintaan yang luhur. Semua dibubuhi dengan perasaan kasih yang berakar kepada budi luhur (akhlakul karimah).

Seorang ibu harus dapat menjadikan rumah tangganya/keluarganya sebagai suatu lembaga pendidikan terendah/terkecil, karena pendidikan pertama kali diberikan oleh ibu. Seperti kata adat “raso dibaok naiak, pareso dibaok turun”, artinya pendidikan yang baik harus melalui dan dimuali dari dalam lingkungan rumah tangga dan keluarga, baru dia menjadi orang yang baik di luar rumah tangga. Tugas seorang ibu dapat diperinci lagi sebagai berikut:

Dicupak nak urang canduang
Hiduik kalau indak babudi
Duduak tagak takumari cangguang
Manyuruah babuek baiak
Malarang babuek nan jahek

Pendidikan yang demikian akan menjadi pengetahuan nantinya bagi si anak apabila dia telah menjadi pemuda dan pemudi (orang dewasa). Adat mengatakan “katiko ketek ta anjo-anjo, lah gadang ta bao-bao, lah tuo tabarubah tidak, sampai mati jadi parangai. Katiko ketek masak pangaja, lah gadang akuan tibo” nanti dia akan menjadi manusia terpelajar yang tinggi budi pekertinya dan memiliki rasa malu sesamanya.

Mendidik anak dengan kata-kata yang sopan, berpakaian secara sopan menurut adat dan syara’. Sopan di dalam makan dan minum, duduk, berdiri, berjalan, bergaul dan sebagainya. Mendidik anak kita untuk tidak mengerjakan pekerjaan sumbang menurut adat-terutama sekali kepada anak yang perempuan-yakni tingkah laku yang sumbang menurut adat untuk perempuan dan tingkah laku yang sumbang bagi laki-laki. Mendidik dan mengajarkan anak-anak kita dengan ajaran cinta kepada kampung halaman dan tumpah darahnya, cinta kepada alamnya, cinta kepada kebudayaan dan agamanya, cinta kepada ibu bapak serta keluarga, cinta kepada pemimpin dan guru yang mengajarnya. Mendidik dan mengajarkan anak dengan menerapkan kehidupan sederhana, malabiahi indak ancak-ancak, mengurangi nan tidak sio-sio, bayang-bayang sapanjang badan, serta mendidiknya yakin berusaha dengan kemampuan ilmu dan usahanya, seperti bertani dan berdagang. Pada pokoknya mengajarkan anak-anak dengan pekerjaan-pekerjaan yang baik, serta bertaqwa kepada Allah SWT.

b. Bundo Kanduang sebagai umbun paruak pagangan kunci

Seorang wanita bila telah menginjak tangga perkimpoian, sesungguhnya sekaligus telah bertambah baginya tugas baru yang berat tetapi mulia. Kita melihat wajah-wajah gembira setelah sepasang mempelai menginjakkan kakinya ke atas tangga perkimpoian. Akan tetapi jarangg orang-orang yang merenungkan, apakah dia akan dapat menjalankan tugas-tugasnya, baik sebagai seorang isteri maupun sebagai seorang suami atau seorang tua yang memikirkan anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas selanjutnya.

Tambahan tugas tersebut jika dijalankan dengan sempurna serta tulus ikhlas maka akan bertambahlah kemuliaan yang pada akhirnya akan mendatangkan kebahagiaan. Tugas sang isteri, menghadapi suami lahir dan bathin, sebagai teman hidup di dunia dan di akhirat kelak, mengikuti perkembangan jiwa sang suami serta mendorong untuk giat mencapai bahagia bersama. Untuk hal yang demikian diperlukan:

1. Arief bijaksana

Seorang isteri tahu “di angin nan basaruik, di ombak nan basabuang, ingek katiko bungo kambang, manuruik kaparaluannyo", terutama untuk mengemukakan pendapat kepada suami dan setiap anggota keluarga, termasuk pembantu rumah tangga.

Tahu di kilek dengan bayang, tahu mambaco air muko, tindakan/motif yang tersimpan dalam lubuk hati serta jiwa suami. Rupa menunjukkan harga, kurenah menunjukkan laku walau dek lahia nampak dek mato. Nan batin tasimpan dalam itu.

2. Hormat dan khidmat

Seorang isteri harus hormat kepada suaminya, mengetahui lapar dan haus, di waktu letih dan payah, selalu berkata lunak dan lembut, merendahkan suaranya kepada si suami. Karena perkataan lunak lembut itu kunci setiap hati manusia.
Mengetahui ilmu makanan dan gizi untuk mengatur minuman, serta kebersihan, tepat dikerjakan pada waktunya, mengetahui ilmu kesehatan serta ilmu agama.

3. Capek kaki ringan tangan

Pandai manuruak menurawang, tahu mangili menggulindan, mengatur pakaian suami, menyisip, menambal dan lain-lain, pandai memasak untuk tamu mengikuti keinginan suami, menjahit dengan tidak mengupah dll.
Tahu bersolek, berdandan yang sesuai dengan waktu dan keadaan dan tempat, serta perhitungan kemampuan fisik dan psikis. Mengatur uang keluar masuk/pembukuan, yang mencerminkan hidup serba ekonomis.
Mengatur terlaksananya program pemerintah dengan perencanaan program keluarga berencana yang disesuaikan dengan mungkin dan patuik, manuruik alua nan luruik dan jalan nan pasa.

4. Mempunyai sifat yang mulia dan menjauhi larangan

Sabar, tenang, hati-hati, hemat dan cermat, ramah tamah, hormat tetapi berjiwa besar berbudi mulia dan jujur, tidak suka berkata-kata yang kotor.
Sebagai seorang isteri menjadi teman hidup untuk mendampingi suami, sebagai daya penggerak dalam mencapai tujuan. Memahami pekerjaan dan standar kehidupan si suami. Dan untuk hal demikian perlu, melengkapi diri dengan berbagai pengetahuan seperti ilmu jiwa masyarakat dan ilmu masyarakat, sudah barang tentu akan berkecimpung dalam masyarakat tani, saudagar dankepegawaian.
Senantiasa menjauhi sifat terlarang dalam adat Minangkabau sebagai seorang wanita. Seperti paham: sebagai gatah caia, iko elok itan katuju, bacando pimpiang di lereang, ibarat baliang-baliang di atas bukit, kamano angin inyo ka kian, bia balaki umano indak, itu lah batin kutak allah, isi narako tujuah lampih.
Kalau mangecek samo gadang, ditampek mano nan rami, umpamo di labuah di tapian, angan tak ado kanan lain, tasambia juo laki awak, bincang-bincang bapak si upiak, tasabuik juo bapak si buyuang, baiak kasiah suami, di rumah jarang baranjak-ranjak. Dilagakkan mulia tinggi pangkek, suliklah urang manyamoi, walau suami jatuah hino, puji manjulang langik juo, disangko urang tak ba iduang.

c. Bundo Kanduang sebagai pusek jalo kumpulan tali

Bundo Kanduang sebagai pangatur rumah tangga, merupakan sumber yang sangata menentukan baik atau jeleknya anggota keluarga. Tampek manyuri manuladan, bukan berarti meninggalkan sifat-sifat keibuan akan tetapi, perhatian tertumpah sebagai pengatur rumah tangga.

Sebagai pengatur rumah tangga, apakah sebagai isteri, seorang ibu, sebagai pengantar keturunan, sebagai anggota masyarakat, pendeknya sebagai ibu terpusat beberapa fungsi dan ilmu, sifat dan kecakapan secara bulat. Tugas sebagai pengatur rumah tangga, meliputi pengaturan lahiriah dan batiniah dalam bahagian, ruangan dalam, kamar tidur, kamar tamu, dapur, kamar mandi, dll, haruslah meletakkan sesuatu pada tempatnya, manuruik mungkin jo patuik, melabihi jan ancak-ancak, mangurangi jan sio-sio. Hari sa hari diparampek, malam sa malam di patigo, agak agiahkan jo ilmu, pangatur secara batiniah yaitu menjaga perimbangan berlangsungnya kewajiban dan hak antar anggota keluarga menurut kedudukannya masing-masing. Dengan pembawaan jiwanya, ia dapat melakukan pembagian tugas yang efektif serta mengefesienkan penggunaan waktu. Oleh sebab itu, ia harus memperlihatkan contoh-contoh yang baik kepada lingkungan di dalam dan di luar rumah tangga. Baik dalam tingkah laku dan perbuatan, perkataan, pergaulan, cara duduk minum makan dan sebagainya.

Sebagai pusek jalo kumpulan tali sangat diperlukan :



d. Bundo Kanduang sebagai sumarak dalam nagari

Wanita adalah anggota masyarakat. Tanpa adanya wanita maka tidaklah unsur yang disebut-sebut sebagi masyarakat itu, dan tanpa wanita rumah tangga, nagari dan negara tidak akan semarak.

Di dalam adat Minangkabau mengingat kedudukan dan fungsi wanita dalam mencapai kehidupan ini anak wanita sangat diutamakan. Jika suatu keluarga, tidak mempunyai anak kemenakan/keturunan yang wanita, maka tumbuhlah kehabisan keturunan, tidak akan bersambung lagi lingkungan yang bertali darah. Hal ini sangatlah mencemaskan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Akan tetapilaki-laki atau wanita sebenarnya merupakan dua keseimbangan. Banyak keturunan wanita, tetapi tidak ada laki-laki, maka disebutkan : lurah tak ba batu, hijuak tak ba saga. Kedua jenis ini sangat dicintai oleh setiap keluarga di Minangkabau, hanya saja wanita diberikan beberapa keutamaan, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

Sebagai anggota masyarakat di Minangkabau, wanita perlu memiliki pengetahuan tentang kemasyarakatan – menurut adat – yang senantiasa mempunyai hubungan kait berkait satu dengan yang lain, yang terdiri dari unsur-unsur seperti ibu bapak, mamak adik, kakak, uncu, nenek, apar, bisan, sumando, handan, pasumandan, bako, baki.

Sebagai suamarak dan anggota masyarakat, wanita harus mempunyai rasa malu kepada unsur-unsur yang kita sebutkan, baik unsur itu laki-laki atau wanita sekalipun. Karena menurut adat malu haruslah dimulai penerapannya dalam lingkungan keluarga tersebut “raso dibao naiak, pareso di baok turun” yaitu ke tengah-tengah masyarakat. Wanita di Minangkabau perlu mengetahui cara bergaul, dengan koroang kampuangnya, sepasukuan, senagari. Seorang wanita perlu mempunyai rasa malu kepada laki-laki yang sekampung dan sepesukuan dengan dia, apalagi kalau membuat hal yang salah menurut pandangan adat dan agama.

Dalam batas-batas kodrat wanita harus dapat mengejar ilmu pengetahuan, berlomba-lomba dengan lelaki. Barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang, dan kemudian disumbangkan kembali untuk kesejahteraan masyarakat. Wanita harus bersifat ramah tamah sesuai tempat dan waktunya, menjaga sesuatu dalam berpakaian, berkata-kata, berjalan dan bergaul, jujur ikhlas suka membaca, sopan santun pada bapa ibu, orang tua dan anak-anak. Wanita harus menjauhi sifat-sifat : bak katidiang tangga bingkai, bak payuang ta bukak kasau, alun diimbau lah datang, alun dijujai alah galak, bak kacang di abuih ciek, bak lonjak labu dibanam, sombong dan takabur.

e. Bundo kandung sebagai lauik aka – rangkiang budi

Wanita di Minangkabau sebagai lambang kebanggaan dan kemuliaan yang menjadi pengantara keturunan, yang dibesarkan dan dihormati serta diutamakan dan dipelihara harus memelihara dirinya dengan aturan agama islam. Taat, jujur, mengerjakan rukun islam, dan menjauhi segala larangan agama. Membedakan secara tajam yang halal dan yang haram dalam tingkah dan perbuatan, baik dalam makanan dan minuman maupun dalam perbuatan lahiriah lainnya.

Pemaaf atas keterlanjuran orang lain, tidak suka bertengkar, khidmat kepada suami, sayang kepada anak-anak, patuh kepada mamak dan pimpinan. Karena tugas pokok wanita sebelum kimpoi adalah membentuk watak manusia dalam melanjutkan keturunan, setelah kimpoi menyimpan pranatal dan melahirkan.

Semua itu merupakan proses maha penting dan menentukan keturunan, yangkemudian disambut oleh tugas-tugas keibuan dan keistrian. Pulai batingkek naiak, gadiangnyo, mati amnusia tingga jasonyo dan katurunannyo yang elok. Padi ditanam padi tumbuah, lalang ditanam lalang tumbuah, jan di sisik padi jo hilalang.

Wanita dalam lapangan ini harus merebut hati sang suami, dengan menunjukkan agar pada setiap makanan dan perbuatan benar-benar menunjukkan kesungguhan secara dunia dan ukhrawi dengan segala persoalannya. Untuk itu wanita harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan dan sikap-sikap jiwa, kecakapan-kecakapan dan kepandaian. Ia harus melatih diri dengan bersungguh-sungguh dan tekun karena tugas yang maha berat ini tanpa latihan tidak mungkin berhasil.

Kalau ketentuan menurut adat yang telah kita sebutkan di atas diamalkan dengan rasa penuh tanggung jawab, bertemulah apa yang dimaksud oleh adat : Kok lai bakato papatah, lahia jo batin sa ukuran isi kulik umpamo lahia, ganggam arek pagang taguah, tibo lukisan di limbago habih siriah menjadi sapah, kaleknyo tingga di rangkuangan, sirahnyo tampak di bibia, pareso maruang tuba, sehat anggota katujuahnyo. Lah kuat tampek bapijak, la kokoh bakeh bagantuang. Bumi sanang padi manjadi, padi kuniang jaguang maupiah, bapak kayo mande ba ameh, ka tapi bagantang urai, ka tangah bagantang padi, mandeh nan duduak jo sukatan, mamak disambah urang pulo.

Menurut papatah dalam adat : Lah bauriah ba sipasin
Kok bakiak alah bajajak
Abih tahun baganti musim
Sandi adat jan dianjak
Batang aua pa antak tungku
Pangkanyo sarang sipasan
Ligundi di sawah ladang
Sariak indak babungo lai,
Mambuhua kalau mambuku
Mauleh jo kok mangasan
Budi kok tampak dek urang
Hiduik indak baguno lai

Pembagian Bundo Kanduang Menurut Adat Minangkabau
Kalau syara? mangato adat mamakai, maka syara? mengatakan wanita itu tiang nagari/negara, bila baik wanita maka baiklah nagari/negara, dan jika rusak wanita maka rusaklah nagari /negara.

H. LIMPAPEH RUMAH GADANG
H.7. Pembagian Bundo Kanduang Menurut Adat Minangkabau

Mengingat pentingnya peranan yang dipegang oleh wanita di dalam dan di luar rumah tangga, maka menurut adat minangkabau, wanita digolongkan kepada tiga macam. Kalau syara’ mangato adat mamakai, maka syara’ mengatakan wanita itu tiang nagari/negara, bila baik wanita maka baiklah nagari/negara, dan jika rusak wanita maka rusaklah nagari /negara. Maka secara tajam adat membedakan tiga golongan wanita, yakni :
1. Banamo “simarewan”
2. Banamo “simambang tali awan”
3. Banamo “parampuan”

1. Simarewan

yang dimaksud simarewan oleh adat adalah ; bapaham bagai gatah caie, eko elok itan katuju, bak cando pimpiang dilereng, nan bak santono pucuak aru kamano angin inyo kakiyun, alun dijukai nyo lah galak, alun diimbau nyo lah datang, nan balam talampau jinak, sifat bak lipeh tapanggang, umpamo caciang kapanasan, nan pancaliak bayang-bayang, nan panagak tapi labuah, kalau lain geleng panokok, asiang pulo kucentang sapik. Tagisia labiah bak kanai, tasingguang labiah bak jadi.

Kok tumbuah basuo jo laki-laki, banyak galak dari kecek, banyak kuciak jo kucindan, malu jo sopan tak bapakai, ereng jo gendeng tak baguno. Bak umpamo katidiang tangga bingkai, bak ibarat payuang taungkai kasau. Elok baso tak manantu, kecek bacando mambaok buluah, suko bakato-kato cabua, mamakai sifat sio-sio, tabiat caba dipakaikan, duduak jo tagak tak nan sopan, katonyo banyak kanan bukan, rundiang banyak bakucikak, galak bak ibarat gunuang runtuah, tapuang jo sadah tak babeso, baiek dimuko sanak famili, ataupun urang lain, indak barundiang jo timbangan.

Rundiang nan tidak babalabeh, taruah bana bak katidiang, taserak bana bak anjalai, manyingguang puncak bisua urang, manjunjuang balacan dikapalo, mancukia-cukia najih dilubang, hati busuak pikirang hariang, muluik kasa kecek manggadang, hati diateh langik biru. Ibu jo bapak tak babeso, niniak jo mamak tak nan tahu, urang dipandang sarok sajo, nan tuo tidak dihormati, nan ketek tidak dikasiahi.

Korong jo kampuang tak nan jaleh, kok adat indak baisi, limbago indak batuang, imbau nan tidak basauti, panggilang tidak nan baturuik, urang hasutan jo mamak tak nan tahu, urang dipandang sarok sajo, nan tuo tidak dihormati, nan ketek tidak dikasiahi.

Korong jo kampuang tak nan jaleh, kok adat indak baisi, limbago indak batuang, imbau nan tidak basauti, panggilang tidak nan baturuik, urang hasutan di hatinyo, urang barajo di matonyo, durako kapado ibu-bapak, labiah kapado urang tuo.

2. Mambang tali awan

yang dimaksud si mambang tali awan, ialah wanita tinggi hati. Kalau mangecek samo gadang, atau barundiang dek nan rami, sagalo labiah dari urang, tasambia juo bapak si buyuang, basabuik juo bapak si upiak, nan sagalo labiah dari urang, baiak tantang pambaliannyo, ataupun tantang kasiah sayangnyo.

Siang jo malam jarang dirumah, naiek rumah turun rumah, etan karumah tanggo lain, suko mangecek jo maota, tantang buruak baiak urang, gilo mambandiang-bandiang urang, baiak jo elok badan diri ataupun di kayo laki awak.

Kok tibo di gadih matah, nan panduduak di tapi jalan, nan panagun di ateh janjang, nan pamegu di muko pintu, bak ibarat kacang diabuih ciek, bak lonjak labu di banam, gadang tungkuih tak barisi, bak ibarat buluah bambu, batareh tampak kalua, tapi di dalam kosong sajo, karajo parampuan tak nan tahu, karajo batandang siang jo malam.

Kok tumbuah mandi di tapian, kecek mangecek lunak lambuik, mabincang-bincang urang sakampuang, mampakatokan urang sarumah, baiak antaro laki bini, ataupun dalam koroang kampuang. Dio jadi upeh racun, mengusuik alam nan salasai.

Malu jo sopan jauah sakali, duduak tagak karajo sumbang, baiak di dalam tingkah laku, atau dalam fi’il jo parangai, manyusah pandangan urang banyak. Suko bagaduah tangah rumah, suko bacakak jo urang sakampuang, asuang siasah lah pakaian, dengki khianat lah parangai. Aka buruak pikiran salah, gilo dimabuak angan-angan.

Raso jo pareso tak tapakai, malu jo sopan jauah sakali, tasingguang urang kanai miangnyo, takucak urang kanai rabehnya. Bak ibarat kambiang tigo suku, lupo maukua bayang-bayang, suko bakato ba olok-olok, bagai kancah laweh urang, paham bak tabuang saruweh, capek kaki tapi panaruang, ringan tangan tapi pamacah.

3. Parampuan.

Yang dimaksud perempuan oleh adat minangkabau adalah seorang wanita, baik gadis maupun ibu atau istri yang senantiasa mempunyai sifat terpuji menurut adat, yang dilengkapi dengan segala kecakapan dan pengetahuan sesuai dengan kemampuan seorang wanita.

Perempuan adalah seorang wanita yang baik budi pekertinya, sopan tingkah lakunya, memakai sifat malu dalam dirinya, seperti kata adat : adapun nan disabuik parampuan, tapakai taratik dengan sopan, mamakai baso jo basi, tahu diereang jo gendeang, mamakai raso jo pareso, manaruah malu dengan sopan, menjauahi sumbang jo salah. Muluik manih baso katuju, kato baiak kucindan murah, baso baiak gulo di bibia.Pandai bagua samo gadang, hormat kapado ibu bapak, khidmat kapado urang tuo-tuo, mamak di malu samo gadang, labiah kapado pihak laki-laki. Takuik kapado allah, manuruik parentah rasul. Tahu di koroang dengan kampuang, tahu di rumah dengan tanggo, tahu menyurui mangulindan, takuik di budi ka tajua, malui di paham katagadai. Manjauihi sumbang jo salah, tahu dimungkin dengan patuik, malatakkan suatu di tampeknyo, tahu ditinggi dengan randah, bayang-bayang sepanjang badan.

Buliah ditiru dituladani, ka suri tuladan kain, kacupak tuladan batuang, maleleh buliah dipaliek, manitiak buliah ditampuang, satitiak dilauik-kan, sakapa dapek digunungkan, iyo dek urang di nagari.

Sumbang Salah Menurut Adat
Sumbang menurut adat Minangkabau adalah perbuatan-perbuatan dan tingkah laku apabila terjadi di dalam kehidupan bergaul, perbuatan-perbuatan dan tingkah laku tersebut akhirnya akan membawa seseorang kepada pekerjaan salah menurut pandangan adat dan syara’. Perbuatan sumbangan ini akan kita temui dalam kehidupan baik laki-laki maupun wanita, yang menyimpang ataupun keluar dari garis peraturan yang berlaku di dalam hidup di dalam adat Minangkabau.

H. LIMPAPEH RUMAH GADANG
H.8. Sumbang Salah Menurut Adat

Sumbang menurut adat Minangkabau adalah perbuatan-perbuatan dan tingkah laku apabila terjadi di dalam kehidupan bergaul, perbuatan-perbuatan dan tingkah laku tersebut akhirnya akan membawa seseorang kepada pekerjaan salah menurut pandangan adat dan syara’. Perbuatan sumbangan ini akan kita temui dalam kehidupan baik laki-laki maupun wanita, yang menyimpang ataupun keluar dari garis peraturan yang berlaku di dalam hidup di dalam adat Minangkabau.

Salah adalah perbuatan dan tingkah laku seseorang baik laki-laki maupun wanita yang melakukan pelanggaran secara sadar tidak sadar terhadap peraturan yang berlaku dalam suatu lingkungan. Perbuatan tersebut salah menurut adat juga salah menurut agama islam dan juga salah menurut KUHP. Seperti mencuri, merampok, menipu, menyamun, membunuh, membakar rumah, berzina.

Menurut ketentuan adat Minangkabau, untuk tidak sampai seseorang berbuat salah, terlebih dahulu hendaklah menjauhi perbuatan tingkat laku yang akan membawa kepada “salah” atau pekerjaan yang disebut “sumbang” itu. Uraian ini akan mengungkapkan perbuatan sumbang bagi seorang wanita menurut adat Minangkabau.

1. Sumbang Duo Baleh Bagi Wanita

Karena wanita (Bundo Kanduang) memegang peranan penting di dalam kehidupan ini, terutama dalam memberikan arah dan pendidikan kepada generasi muda, maka seharusnyalah wanita itu menjauhi perbuatan-perbuatan, tingkah laku dan perangai yang sumbang menurut adat Minangkabau. Sumbang menurut adat ada 12 macam bagi wanita dan 16 macam bagi laki-laki.

Kalau kiranya sumbang yang dua belas ini telah dijauhi oleh seorang wanita (Bundo Kanduang) baik muda maupun tua di Minangkabau, maka akan terjauhlah seseorang dari perbuatan-perbuatan yang akan jatuh kepada kesalah, seperti kenakalan remaja dari berbagai bentuk dan menifestasinya. Dan wanita inilah yang dijuluki dengan nama “Bundo Kanduang” limpapeh rumah nan gadang dan seterusnya.

Tetapi kalau kiranya sumbang salah tersebut tidak dijauhi atau dibiasakan di dalam pergaulan seorang wanita di Minangkabau, maka rasa malu yang merupakan benteng bagi kemuliaan seorang wanita akan hilang di dalam dirinya. Sekaligus akan mengundang berbagai bentuk perbuatan dalam pergaulan antara dua jenis yang berbeda ini (laki-laki dan wanita) yang menjurus kepada timbulnya berbagai bentuk kemaksiatan seperti pelacuran dan sebagainya.

Untuk terjauhnya hal yang tidak kita ingini terjadi di dalam pergaulan yang akan bertentangan dengan adat dan syara’, amalkan seruan pepatah adat : Jan dijulaikan tali bakeh bagantuang,
Jan dilabiahkan lantai bakeh bapijak,
Jan tungkek mambaok rabah,
Jan puawang mamacah timbo,
Jan paga makan tanaman

2. Sifat - Sifat Manusia Menurut Adat Minangkabau

Dimano kain ka baju
Diguntiang indaklah sadang
Lah takanak mangko diungkai,
Dimano nagari namuah maju,
Adat sajati nan lah hilang,
Dahan jo rantiang nan dipakai.

Bakarih sikatik mudo
Patah lai basimpai alun
Ratak sabuah jadi tuah
Kalau dibukak pusako lamo
Cibangkik tarekh nan tarandam
Lah banyak ragi nan barubah
Ukua jo jangko kok tak tarang
Susunan niniak muyang kito
Dek rancak kilek loyang datang
Intan disangko kiliek kaco Dek rancak tajam mato pangkua
Tanah bato manjadi data
Padang diambiak kapanetek,
Dek rancak dendang tukang ganduah
Tak tahu di barang lah batuka
Gadang di tuka jon nan ketek
Satinggi-tinggi malantiang
Mambubuang ka awang-awang
Suruiknyo ka tanah juo
Sahabieh dahan jo rantiang
Dibuka di kulik batang
Tareh penguba barunyo nyato

Pepatah adat tersegbut mengandung arti sebagai berikut :

Kalau kiranya adat Minangkabau itu diketahui hanya sekedar kulit semata tanpa mendalam hakikat yang sesungguhnya, maka tidaklah dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup. Tetapi kalau kiranya dapat didalami serta diamalkan dengan sebaik-baiknya dia akan merupakan suatu ajaran yang dapat mencapai tujuan hidup ini dengan baik. Dengan berbagai-bagai situasi dan kondisi yang dilalui serta pengaruh kebudayaan yang datang dari luar, adat Minangkabau sudah banyak dilupakan oleh masyarakatnya, sehingga kadang-kadang lebih dikenal oleh orang lain tentangan kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalam ajarannnya. Karena kurangnya pembinaan serta pengembangan adat kepada masyarakat, banyak orangtidak lagi memahami mutiara-mutiara yang tersimpan di dalamnya.

Berhubung adat Minangkabau itu mengandung falsafat hidup yang dituangkan di dalam kalimat-kalimat yang pada umumnya mengandung arti kiasan yakni mengandung arti yang tersurat dan arti yang tersirat, maka untuk mengenal ajaaran adat itu sekaligus dapat digunakan dalam kehidupan, tidaklah cukup hanya sekedar menghafal kaedah-kaedah seperti pepatah-petitih semata, tanpa mendalami arti dan makna yang terkandung di dalamnya. Bagaimanapun baiknya ajaran yang terkandung dalam falsafah adat Minangkabau, pada akhirnya terpulang kepada masyarakat Minangkabau itu sendiri, apakah mereka akan memakai adatnya atau tidak. Ajaran adat mengatakan :

“adat dipakai baru, kain dipakai usang
elo karajo jo usaho, elolah parang jo barani,
elo sarato tumpia, suruah sarato pai”
Adat Sopan Santun

Dalam kehidupan zaman sekarang ditandai dengan bermacam-macam ragam perubahan yang sangat cepat dalam berbagai segi kehidupan. Seiring dengan perubahan itu, terjadi pula perubahan cara memandang serta menafsirkan norma-norma dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang dianggap oleh adat dahulunya merupakan ukuran terhadap seseorang yang sopan, tetapi bahkan sekarang terjadi sebaliknya.

I. ADAT SOPAN SANTUN
I.1. Adat Sopan Santun

Dalam kehidupan zaman sekarang ditandai dengan bermacam-macam ragam perubahan yang sangat cepat dalam berbagai segi kehidupan. Seiring dengan perubahan itu, terjadi pula perubahan cara memandang serta menafsirkan norma-norma dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang dianggap oleh adat dahulunya merupakan ukuran terhadap seseorang yang sopan, tetapi bahkan sekarang terjadi sebaliknya. Sebagai contoh, dahulu tidak sopan bujang dengan gadis berjalan berdua-duaan sedangkan sekarang merupakan hal biasa saja.

Dahulu ada yang dianggap tabu sedangkan hal yang biasa saja. Dahulu tabu melangkahi talempong atau gendang, dan dianggap bunyinya akan sumbang jika dilangkahi, sedang sekarang perasaan tabu itu sudah hilang.

Bagi generasi sekarang, terutama generasi muda timbul rasa serba ketidak pastian, mana yang sopan dan mana yang santun dalam kehidupannya, seringkali didengar ada anggapan dari orang tua-tua bahwa anak muda sekarang kurang bataratik (mempunyai tertib), bahkan lebih tajam lagi dikatakan tidak beradat. Dari pihak orang tua-tua yang menjadi ukuran seseorang itu sopan dan tertib bila seseorang itu sopan dan tertib bila seseorang itu bertindak atau berbuat sesuai dengan norma-norma yang sudah merupakan panutan dari dahulu dan diwarisi sampai sekarang. Bila terdapat tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma yang sudah diwarisi semenjak dulu maka dianggap tidak sopan. Sebagai kelanjutan akan timbul ekses-ekses atau problima sosial dan saling menyalahkan.

Norma-norma dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat juga merupakan bahagian dari kebudayaan manusia, dan oleh karena itu kemungkinan perobahan tata nilai mengenai yang berlaku dalam masyarakat bisa saja terjadi.

Pengertian Adat Sopan Santun
Adat sopan santun, tata krama dan sering juga disebut sebagai etiket telah menjadi bahagian dalam kehidupan manusia. Sopan santun sudah merupakan persyaratan dalam kehidupan sehari-hari, dimanapun dalam waktu apapun juga.

I. ADAT SOPAN SANTUN
I.2. Pengertian Adat Sopan Santun

Adat sopan santun, tata krama dan sering juga disebut sebagai etiket telah menjadi bahagian dalam kehidupan manusia. Sopan santun sudah merupakan persyaratan dalam kehidupan sehari-hari, dimanapun dalam waktu apapun juga. Dalam proses sosialisasi seseorang itu sejak kecil telah diajarkan, umpamanya kalau seseorang memberikan sesuatu hendaklah diterima dengan tangan kanan dan mengucapkan terimakasih. Orang tua sejak kecil telah mengajarkan cara minum, menyapa, memberi hormat, berbicara, berpakaian, bersikap dan lain-lain. Akhirnya prilaku seseorang terbentuk menjadi kebiasaan, tanpa disadari mengapa berbuat demikian. Adat sopan santun lahir, karena adanya interaksi antara individu maupun dengan masyarakat.
Adat sopan santun yang semula berlaku dalam lingkungan terbatas, lama-kelamaan merambat kelingkungan masyarakat yang lebih luas dan akhirnya diterima sebagai sesuatu kesepakatan bersama tanpa tertulis. Sesuai dengan perkembangan waktu tanpa disadari muncul kesepakatan yang tersaring dari lingkungan masyarakat setempat dan masyarakat pada wilayah tertentu. Orang Minangkabau sebagai lingkungan masyarakat tertentu dan punya wilayah adat tersendiri, maka tatakrama atau adat sopan santun yang mempunyai ciri-ciri tersendiri yang dapat membedakan dengan tatakrama masyarakat pada daerah lainnya. Adat sopan santun yang berlaku pada masyarakat tertentu belum tentu diterima pula oleh masyarakat lainnya, karena adat sopan santun tersebut didukung oleh masyarakat yang saling berbeda kondisi dan latar belakang kehidupan sosial budayanya. Oleh karena itu, harus disadari suatu sikap yang mengatakan orang lain atau adat lain tidak sopan adalah hal yang keliru.

Adat Sopan Santun Dalam Hidup Bermasyarakat Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat melepaskan diri dengan masyarakatnya. Interaksi akan terjadi antara seseorang dengan seseorang, seseorang dengan masyarakatnya.

I. ADAT SOPAN SANTUN
I.3. Adat Sopan Santun Dalam Hidup Bermasyarakat

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat melepaskan diri dengan masyarakatnya. Interaksi akan terjadi antara seseorang dengan seseorang, seseorang dengan masyarakatnya.

Untuk memperoleh keharmonisan dalam berinteraksi ini perlu adanya tatakrama, etiket, sopan santun yang menjadi pegangan bersama dan sudah merupakan norma-norma yang harus dituruti dan diamalkan. Interaksi antara seseorang dengan orang lain atau seseorang dengan masyarakatnya ini dalam adat minangkabau dilihat dari sudut status dan fungsi seseorang dalam masyarakatnya tersebut. Semua individu harus berbuat dan bersikap sesuai dengan status dan fungsinya tadi, diumpamakan kapada sebuah jalan. Ada jalan mendaki, ada jalan menurun, ada jalan mendatar dan ada jalan melereng.

Kata-kata malereng akan lebih mengena sasaran dari pada kata-kata yang disampaikan dengan kalimat biasa. Bagi orang minangkabau berkata-kata dengan kiasan sudah kebiasaan sehari-hari. Dengan demikian orang minangkabau diajarkan oleh adatnya supaya arif dan bijaksana dalam menafsirkan kemana maksud perkataan seseorang. Arif dan bijaksana ini dikatakan dalam adat “arih dikilek kato bayang, alun bakilek alah bakalam, bulan lah ganok tigo puluah, takilek ikan dalam aia, ikan takilek jalo tibo, lah tantu jantan batinonyo” (arif dengan kilat kata bayang, belum berkilat sudah masuk ke dalam tubuh, terkilat ikan dalam air, ikan terkilat jala tiba, sudah tentu jantan betinanya).

Nilai - Nilai Dasar Adat Minangkabau
Ditulis : dari berbagai sumber
Tanggal : 2006-02-05 20:10:55

Dalam pembicaraan sehari-hari sering kita dengar kata-kata perubahan nilai, pergeseran nilai, krisis nilai dan lain-lain. Namun bila kita ditanya apa yang dimaksud dengan nilai, maka kita sukar untuk mengidentifikasikannya. Hal ini mungkin disebabkan nilai tersebut merupakan bagian yang abstrak dari kebudayaan.

J. NILAI DASAR ADAT MINANGKABAU
J.1. Nilai - Nilai Dasar Adat Minangkabau

Dalam pembicaraan sehari-hari sering kita dengar kata-kata perubahan nilai, pergeseran nilai, krisis nilai dan lain-lain. Namun bila kita ditanya apa yang dimaksud dengan nilai, maka kita sukar untuk mengidentifikasikannya. Hal ini mungkin disebabkan nilai tersebut merupakan bagian yang abstrak dari kebudayaan.

Sebuah nilai adalah sebuah konsepsi, explisit atau implisit yang menjadi milik khusus seorang atau ciri khusus suatu kesatuan sosial (masyarakat) menyangkut sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan sebagai cara, alat dan tujuan sebuah tindakan.

Dalam proses penilaian selalu dilihat adanya penetapan nilai, pemilihan dan tindakan. Pada konsep nilai tersembunyi bahwa pemilihan nilai tersebut merupakan suatu ukuran atau standar yang memiliki kelestarian yang secara umum digunakan untuk mengorganisasikan sistem tingkah laku.

Kumpulan nilai-nilai yang dianut suatu masyarakat dalam suatu sistem budaya bangsa, yaitu suatu rangkaian konsepsi abstrak yang hidup dianggap penting dan berharga, turut serta apa yang dianggap remeh dan tak berharga dalam hidup. Dengan demikian sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia dalam hidup sekaligus berfungsi sebagai suatu sistem tata kelakuan. Sistem ini memberikan arah atau orentasi pada anggota-anggota masyarakat.

Orientasi nilai bersifat kompleks, tetapi jelas memberikan prinsip yang bersifat analitik, yaitu yang bersifat pengetahuan, perasaan, kemauan yang memberikan tata (orde) dan arah kepada arus pemikiran dan tindakan anggota-anggota suatu masyarakat, manakala prinsip-prinsip tersebut dihubungkan dengan pemecahan masalah-masalah kehidupan yang umum bagi semua manusia. Prinsip-prinsip ini beragam-beragam, tetapi keragaman tersebut bersifat hanya membedakan tingkat bagian-bagian dari semua elemen-elemen yang universal dari kebudayaan umat manusia.

Nilai-nilai dasar yang universal tersebut adalah masalah hidup, yang menentukan orientasi nilai budaya suatu maysarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam dan hakekat hubungan manusia dengan manusia.

Variasi lain adalah perbedaan-perbedaan dalam kesadaran individu akan orientasi nilai itu, yang berada dalam kelanjutan, mulai yang bersifat implisit (khusus) sampai kepada explisit (umum). Setiap kebudayaan tersebut mempunyai pandangan terhadap kehidupan atau memberikan suatu nilai tertentu terhadap kehidupan itu, apakah hidup tersebut suatu yang beik, suatu yang buruk, atau suatu yang harus diperbaiki. Demikian pula ada penilaian terhadap pekerjaan. Apakah kerja tersebut untuk hidup, untuk kedudukan atau untuk menambah kerja. Pandangan terhadap waktu, akan menentukan penilaian suatu masyarakat dalam penggunaan waktu, akan menentukan penilaian suatu masyarakat dalam penggunaan waktu. Juga orientasi waktu tersebut akan sangat menentukan berbagai pola tingkah laku. Pertanyaan yang daat diajukan adalah sebagai berikut : “apakah suatu masyarakat sangat menghargai masa lalu, masa sekarang atau masa depan ?”. Sedangkan pandangan yang menyangkut hubungan manusia dengan alam, pilihan nilai yang dominan akan berkisar di sekitar pertanyaan : “apakah orang harus tunduk kepada alam, mencari keselarasan dengan alam, atau menundukkan alam ?”. Unsur universal yang terakhir adalah menyangkut hubungan sesama manusia. Pertanyaan : “apakah suatu masyarakat menganut pandangan, bahwa ada hirarki di antara sesama anggota, ataukan pandangan saling tergantung sesamanya, ataukan menilai tinggi ketidak ketergantungan ?".

Jawaban nilai mana yang dominan dalam kebudayaan suatu masyarakat akan menentukan orientasi nilai budaya yang dianut oleh masyarakat tersebut. Nilai yang dominan tersebut akan dirumuskan dalam norma-norma yang akan menuntun anggota-anggota suatu masyarakat dalam berfikir, yang selanjutnya menentukan perilaku anggota-anggota masyarakat yang bersangkutan. Demikian pula nilai yang dominan tersegbut akan dapat pula menentukan sikap-sikap anggota suatu masyarakat terhadap lingkungan kehidupan yang menjurus kepada pola prilaku tertentu.

Dalam hubungan kepribadian suatu masyarakat, nilai yang dominan akan disampaikan lewat media pendidikan kemasyarakatan yang bersifat non formal, sehingga menghasilkan anggota-anggota masyarakat dengan kepribadian yang relatif hampir bersamaan. Sebagaimana yang telah dikemukakan, yatiu hal yang menyangkut hubungan kebudayaan dan nilai-nilai, merupakan salah satu cara pengenalan dan klasifikasi nilai sosial budaya. Klasifikasi nilai lain, mungkin banyak sekali. Spranggers mengemukakan pembagian nilai yang dominan yang dianut suatu masyarakat dibagi berdasarkan atas nilai teoritis, nilai ekonomi, dan nilai agama.

Untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai dasar adat Minangkabau berbagai cara dapat dilakukan, antara lain dengan mempelajari tentang masyarakat dan lingkungan atau dengan mempelajari perilaku mereka. Terlebih dahulu mereka mempelajari kata-kata (kato), dari sini akan dapat diungkapkan nilai-nilai dasar dan norma-norma yang menjadi penuntun orang Minangkabau berfikir dan bertingkah laku. Dengan kata lain perkataan pola berfikir dan prilaku orang Minangkabau, ditentukan oleh “kato” sebagai nilai dasar norma-norma yang menjadi pegangan hidup mereka, katakanlah falsafah hidup, yang menyangkut makna hidup, makna waktu, makna alam bagi kehidupan, makna kerja bagi kehidupan dan makna individu dalam hubungan kemasyarakatan.

Bertitik tolak dari pemikiran di atas, kata-kata (kato) seperti yang terkandung dan terungkap dalam prinsip-prinsip dasar atau rumusan-rumusan kebenaran, pepatah, petitih, pituah, mamangan dan lain-lain ekspedisi simbolik tentang diri mereka dalam hubungan dengan alam, dengan lingkungan sosial budaya, merupakan media yang dapat dipakai dalam mengetahui dan memahami nilai-nilai yang dominan yang dianut mereka. Dikatakan “manusia tahan kato (kias) binatang tahan palu (cambuk).

Sesuai dengan tahap perkembangan masyarakat Minangkabau, sewaktu merintis menyusun adat, mereka mengambil kenyataan yang ada pada alam sebagai sumber analogi bagi nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur kehidupan mereka. Mereka mengungkapkan hal ini dalam perumusan yang dianggap mereka sebagai kebenaran “alam takambang jadi guru” (alam terkembang jadi guru). Hukum alam menjadi sumber inspirasi yang dijadikan pedoman untuk merumuskan nilai-nilai dasar bagi norma-norma yang menuntun mereka dalam berfikir dan berbuat.

Disamping belajar dari alam, pengalaman hidup yang dapat dijadikan pula pegangan, bahwa manusia harus belajar dari pengalamannya. Belajar dari alam dan pengalaman merupakan orientasi berfikir yang dominan dalam masyarakat Minangkabau. Hal ini dengan tegas dicontohkan mereka dalam ungkapan adat yang mendasarkan pandangan kepada alam “patah tumbuah hilang baganti” (patah tumbuh hilang berganti).

Selanjutnay dikatakan pula “maambiak contoh ka nan sudah, maambiak tuah ka nan manang” (mengambil contoh kepada yang sudah, mengambil tuah kepada yang menang). Mereka menafsirkan dan melihat yang ada dalam alam ini mempunyai tujuan dan makna hidup, kerja, waktu dan kehidupan sesamanya. Semuanya itu diungkapkan dalam bentuk nilai-nilai yang dominan yang menjadi pegangan dan pedoman bagi masyarakat Minangkabau. Sekarang akan kita lihat nilai-nilai dasar yang fundamental dalam kehidupan masyarakat Minangkabau.

Senin, 10 November 2008